Apa Itu Deepfake dan Cara Mendeteksinya?
Perkembangan teknologi memunculkan fenomena deepfake yang bisa mengecoh siapa pun tanpa pandang bulu. Dengan memanfaatkan deepfake, pelaku bisa menipu target dengan mudah lantaran biasanya target tak menyadari dirinya sedang tertipu.
Mengutip TechTarget, Deepfake adalah salah satu tipe dari kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video hoax yang cukup meyakinkan. Deepfake dibuat menggunakan dua algoritma AI yang saling bertentangan: satunya disebut generator, yang lain disebut diskriminator.
Generator, yang membuat konten multimedia, meminta kepada diskriminator untuk menentukan apakah sebuah konten asli atau palsu. Bersama-sama, mereka membentuk sebuah hal yang disebut Generative Adversarial Network (GAN).
Setiap kali diskriminator secara akurat mengidentifikasi konten sebagai sesuatu yang palsu, ia menghasilkan informasi yang berharga tentang perbaikan yang berguna untuk deepfake selanjutnya.
Kecanggihan deepfake membuat mata biasa sulit membedakan mana konten asli atau palsu. Namun, para peneliti Facebook mengatakan mereka telah mengembangkan kecerdasan buatan yang dapat mengidentifikasi deepfake dan melacak asal konten tersebut dengan menggunakan reverse engineering atau rekayasa balik.
"Metode kami akan memfasilitasi pendeteksian dan penelusuran deepfake dalam pengaturan dunia nyata, di mana gambar deepfake itu sendiri seringkali merupakan satu-satunya informasi yang dapat dianalisis," tulis ilmuwan riset untuk Facebook Xi Yin dan Tal Hassner, Rabu (15/6), seperti dikutip NPR.
Perangkat lunak baru Facebook menjalankan gambar deepfake melalui jaringannya. Kemudian program AI mereka mencari sidik jari yang tertinggal dalam proses pembuatan yang digunakan untuk mengubah gambar digital.
"Dalam fotografi digital, sidik jari digunakan untuk mengidentifikasi kamera digital yang digunakan untuk menghasilkan gambar," jelas para peneliti.
Sidik jari itu juga merupakan pola unik yang sama-sama dapat digunakan untuk mengidentifikasi model generatif dari mana gambar itu berasal.
Terpisah, sejumlah peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) juga membuat eksperimen yang memungkinkan orang-orang untuk mengenal Deepfake lebih dekat.
Eksperimen bernama Detect Fakes ini menampilkan sejumlah konten teks, audio, dan video, lalu menguji seberapa mampu pengguna membedakan konten asli dan palsu.
Konten yang dapat diakses pada laman https://detectfakes.media.mit.edu/ ini diharapkan memberikan pengguna pengalaman agar lebih mudah mengenali konten deep fake.
Dilansir dari situs MIT, berikut beberapa tips untuk membedakan konten yang telah dimanipulasi deep fake:
1. Perhatikan wajah. Manipulasi DeepFake kelas atas hampir selalu merupakan transformasi wajah.
2. Perhatikan bagian pipi dan dahi. Apakah kulit tampak terlalu halus atau terlalu keriput? Apakah usia kulit sama dengan usia rambut dan mata? DeepFakes sering tidak kongruen pada beberapa dimensi.
3. Perhatikan mata dan alis. Apakah bayangan muncul di tempat yang seharusnya? DeepFakes sering gagal untuk sepenuhnya memberikan efek alami dari sebuah adegan.
4. Perhatikan kacamata. Apakah ada silau? Apakah ada terlalu banyak silau? Apakah sudut silau berubah saat orang tersebut bergerak? Sekali lagi, DeepFakes sering gagal untuk sepenuhnya mewakili efek fisika alami terutama pencahayaan.
5. Perhatikan rambut di wajah (kumis dan janggut) atau kekurangannya. Apakah rambut wajah ini terlihat nyata? DeepFakes mungkin menambah atau menghapus kumis, cambang, atau janggut. Tapi, DeepFakes sering gagal membuat transformasi rambut wajah terlihat alami.
6. Perhatikan tahi lalat di wajah. Apakah tahi lalat terlihat nyata?
7. Perhatikan kedipan. Apakah orang tersebut berkedip cukup atau terlalu banyak?
8. Perhatikan ukuran dan warna bibir. Apakah ukuran dan warnanya cocok dengan bagian lain wajah orang tersebut?